Rabu, 11 September 2013

FILSAFAT TIMUR (ISLAM)
TOKOH-TOKOH FILSAFAT TIMUR (ISLAM)

1.      MULLA SHADRA

a.      Profil Dan Latar Belakang Mulla Shadra
Shadr al-din Muhammad ibn Ibrahim ibn yahya qawami al syirazi atau yang lebih di kenal dengan mulla shadra, dilahirkan di siraz pada tahun 1572 M. pendidikan dasarnya di jalani di kota nya dalam bidang al quran, hadist, bahasa arab dan bahasa Persia. Kemudian dilanjutkan di Isfahan sebuah kota pusat studi yang penting pada masa itu. Beliau berguru kepada baha’ al din al amili pada tahun 1622 M. beliau pernah melaksanakan ibadah haji dengan berjalan kaki sebanyak 7 kali wafat di basrah sekembalinya dari menunaikan ibadah haji pada tahun 1641 M.
b.      Karya-Karya Mulla Shadra
Sumbangan filsafat mulla shadra diantaranya al suhrawadi, hikmah Al isyraq Al abhari Al hiadayah fi al hikmah, dan ibnu sina, Al syifa bersanding dengan risalah tentang organization resurrection (awal penciptaan dan hari akhir), dan beberapa makalah singkat nya dalam tema serupa. Filsafat yang berpengaruh adalah Al Masya’ir (keprihatinan) Asnam Al jahiliyah (menghancurkan arca-arca peganisme). Dan hikmah transedental yang lebih di kenal sebagai “empat pengembaran” atau (Al Asfar Al Arba’ah).
c.       Filsafah Mulla Shadra
Dalam bagian pendahuluan kitab Al-Asfar, Mulla Shadra menyesalkan sikap berpaling masyarakat Muslim dari studi filsafat. Padahal, prinsip-prinsip filsafat yang dipadukan dengan kebenaran wahyu Nabi adalah cermin nilai kebenaran tertinggi.
Menurutnya, keharmonisan itu menunjukkan kebenaaran tunggal yang dibawa
oleh Adam. Dari Adam, kebenaran ini diturunkan kepada Ibrahim, kemudian para filosof Yunani, lalu para sufi, dan akhirnya, para filosof pada umumnya. Orang-orang Yunani, tulisannya, semula menjadi penyembah binatang. Akan tetapi, dalam perjalanannya, mereka mengambil filsafat dan teologi dari Ibrahim.







2.       SYEKH MUHAMMAD ABDUH

a.      Profil Dan Latar Belakang Muhammad Abduh
Syekh Muhammad Abduh bernama lengkap Muhammad bin Abduh bin Hasan Khairullah.  Beliau dilahirkan di desa Mahallat Nashr di Kabupaten al-Buhairah, Mesir pada 1850 M/1266 H, berasal dari keluarga yang tidak tergolong kaya dan bukan pula keturunan bangsawan.
Muhammad Abduh hidup dalam lingkungan keluarga petani di pedesaan.  Namun demikian, ayahnya dikenal sebagai orang terhormat yang suka memberi pertolongan. Semua saudaranya membantu ayahnya mengelola usaha pertanian, kecuali Muhammad Abduh yang oleh ayahnya ditugaskan untuk menuntut ilmu pengetahuan.  Pilihan ini bisa jadi hanya suatu kebetulan atau mungkin juga karena ia sangat dicintai oleh ayah dan ibunya.
Pada  tanggal 11 Juli 1905, saat masa puncak aktivitasnya membina umat, Muhammad Abduh meninggal dunia di Kairo, Mesir. Yang menangisi kepergiannya bukan hanya umat Islam, tetapi ikut pula berduka di antaranya sekian banyak tokoh non-Muslim.

b.      Karya-Karya Muhammad Abduh
Tahun 1884 Muhammad Abduh diutus oleh surat kabar tersebut ke Inggris untuk menemui tokoh-tokoh negara itu yang bersimpati kepada rakyat Mesir. Tahun 1885 Muhammad Abduh meninggalkan Paris menuju ke Beirut (Libanon) dan mengajar di sana sambil mengarang beberapa kitab, antara lain:
1.      Risalah at-Tauhid (dalam bidang teologi);
2.      Syarah Nahjul Balaghah (Komentar menyangkut kumpulan pidato dan ucapan Imam Ali bin      Abi Thalib);
3.      Menerjemahkan karangan Jamaluddin al-Afghani dari bahasa Persia, Ar-Raddu 'Ala ad-Dahriyyin(Bantahan terhadap orang yang tidak mempercayai wujud Tuhan);
4.      Syarah Maqamat Badi' az-Zaman al-Hamazani (kitab yang menyangkut bahasa dan sastra Arab).  
Selain yang telah disebutkan di atas, selama hidupnya beliau juga melahirkan beberapa karya lain,  yaitu:
1.      Tafsir al-Qur’an al-Hakim (belum sempurna, kemudian dirampungkan oleh Rasyid Ridha);
2.      Khasyiah ‘Ala Syarh ad-Diwani li al-‘Aqaid adh-‘Adhudhiyat;
3.      Al-Islam wa an-Nashraniyat ma’a al-‘Ilm wa al-Madaniyat.






c.       Filsafat Muhammad Abduh
Ada dua pemikiran pokok yang menjadi fokus utama pemikiran Muhammad Abduh, yaitu:
1.      Membebaskan aqal fikiran dari belenggu-belenggu taqlid yang menghambat perkembangan pengetahuan agama sebagaimana haqnya salaful ummah, yakni memahami langsung dari sumber pokoknya, Al-Qur’an dan Hadits.
2.      Memperbaiki gaya bahasa Arab, baik yang digunakan dalam percakapan resmi di kantor-kantor pemerintahan maupun dalam tulisan-tulisan di media massa.
 Dua persoalan pokok itu muncul ketika ia meratapi perkembangan ummat Islam pada masanya. Sebagaimana dijelaskan Sayyid Qutub, kondisi ummat Islam saat itu dapat digambarkan sebagai, “suatu masyarakat yang beku, kaku, menutup rapat-rapat pintu ijtihad, mengabaikan peranan aqal dalam memahami syari’at Allah atau mengistimbatkan hukum-hukum, karena mereka telah merasa cukup dengan hasil karya para pendahulunya yang juga hidup dalam masa kebekuan aqal (jumud), serta yang berdasarkan khurafat-khurafat[1].”

3.       AL-KINDI (185 – 252 H / 806 – 873 M)

a.      Profil dan latar belakang Al kindi

Al-Kindi, nama lengkapnya adalah Abu Yusuf Ya’kub ibnu Ishaq ibnu al-Shabbah ibnu ‘Imron ibnu Muhammad ibnu al-Asy’as ibnu Qais al-Kindi. Kindah merupakan suatu nama  kabilah terkemuka pra-Islam yang merupakan cabang dari Bani Kahlan yang menetap di Yaman. Kabilah ini pulalah yang melahirkan seorang tokoh sastrawan yang terbesar kesusasteraan Arab, sang penyair pangeran Imr Al-Qais, yang gagal untuk memulihkan tahta kerajaan Kindah setelah pembunuhan ayahnya.
Al-Kindi dilahirkan di Kufah sekitar tahun 185 H dari keluarga kaya dan terhormat. Ayahnya, Ishaq ibnu Al- Shabbah, adalah gubernur Kufah pada masa pemerintahan Al-Mahdi dan Ar-Rasyid. Al-kindi sendiri mengalami masa pemerintahan lima khalifah Bani Abbas, yakni Al-Amin, Al-Ma’mun, Al-Mu’tasim, Al- Wasiq, dan Al-Mutawakkil.

b.      Karya-Karya Al Kindi

Karangan-karangannya yang terkenal ditemukan oleh seorang ahli ketimuran jeram, yaitu Hillmuth Ritter, di perpustakaan Aya Sofia, Istambul dan terdiri dari 29 risalah. Risalah-risalah ini membicarakan soal-soal alam dan filsafat, antara lain ke Esaan Tuhan, akal, jiwa, filsafat pertama dan sudah diterbitkan di Mesir oleh M Abdul Hindi Aburaidah








c.       Filsafat Al-Kindi

Menurut Al-Kindi, filsafat ialah ilmu tentang hakekat kebenaran segala sesuatu menurut kesanggupan manusia, yang mencakup ilmu ketuhanan, ilmu keesaan (wahdaniyyah), ilmu keutamaan (fadhilah), semua cara meraih luas lahat dan menghindar dari madharat. Tujuan seseorang filsafat bersifat teoritis, yaitu mengetahui kebenaran praktis dan mewujudkan kebenaran tersebut dalam tindakan. Semakin dekat kepada kebenaran, semakin dekan pula kepada kesempurnaan.


4.        AL-FARABI (257 – 337 H / 870 – 950 M)

a.      Profil Dan Latar Belakang Al Farabi

Nama aslinya Abu Nasr Muhammad Bin Muhammad Bin Tharkhan, sebutan Al Faribi diambil dari nama kota Arab. Ia dilahirkan pada tahun 257 H (870). Ayahnya adalah seorang Iran dan menikah dengan seorang wanita Turkestan kemudian ia menjadi perwira tentara Turkestan. Oleh karena itu, al Farabi dikatakan berasal dari Turkestan dan kadang-kadang juga dikatakan dari keturunan Iran.

Menurut Massiqnon, orientaslis Perancis, al Farabi adalah seorang filsafat islam pertama dengan penuh arti kata, sebelum beliau memang al Kindi telah membuka pintu filsafat Yunani bagi dunia islam. Akan tetapi ia tidak menciptakan sistem (madzhab) filsafat tertentu, sebaliknya al Farabi telah menciptakan suatu sistem filsafat yang lengkap dan memainkan peran penting dalam dunia islam, seperti peranan yang dimiliki plotinus bagi dunia barat, begitu juga al Farabi menjadi guru bagi Ibnu Sina, Ibnu dan filsafat-filsafat islam lain yang datang sesudahnya. Oleh karena itu ia mendapat gelar “Guru Kedua” (Al Mu’allim Ats Tsani) sebagai kelanjutan dari aristoteles yang mendapat gelar “Guru Pertama” (Al Mu’allim Al Awwal).

b.      Karya-Karya Al Farabi

Di antara karangan-karangannya adalah :
a.       Aghradhu ma ba’da ath-thabi’ah
b.      Al-Jam’u baina Ra’yai Al Hakimain (mempertemukan pendapat kedua filsafatm maksudnya Plato dan Aristoteles)
c.       Tahsil as sa’adah (mencari kebahagiaan)
d.      ‘Uyun ul-Masail (pokok-pokok persoalan)
e.       Arau ahl-il madinah al fadhillah (pikiran-pikiran penduduk kota utama negeri utama)
f.       Il sha’u al ulum (statistik ilmu)

Dalam buku terakhir ini al Farabi membicarakan macam-macam ilmu (bagian-bagiannya, yaitu ilmu bahasa, ilmu mantik, ilmu matekatika, fisika, ketuhanan, fiqih, perkotaan dan ilmu kalam)








c.       Filsafat Al farabi

Filsafat al Farabi sebenarnya merupakan campuran antara filsafat aristoteles dan neoplatoisme dengan pikiran keislaman yang jelas dan corak aliran syiah imamiah. Misalnya dalam soal etika dan politik, ia mengikuti plato dan dalam soal metafisika, ia mengikuti plotinus, selain itu al Farabi adalah seorang filsafat sinkretisme (pamanduan) yang percaya akan kesatuan (ketunggalan) filsafat.

Pemanduan yang menonjol tampak jelas pada usahanya untuk mempertemukan hasil-hasil pemikiran plato dengan pemikiran aristoteles di satu pihak dan mempertemukan hasil-hasil pemikiran filsafat dengan wahyu di lain pihak, dengan bersenjatakan takwil (interpetensi bathin)[2]


5.        AL-GHAZALI

a.      Profil Dan Latar Belakang

Nama lengkapnya abu hamid Muhammad ibn Muhammad al-ghazali, ath thusi, merupakan orang Persia asli yang dilahirkan pada tahun 450 H/1058 M di Thus (dekat Mashed) dan wafatnya di nisbur pada tahun 505 H/1111 M dalam usia 54 tahun[3]

b.      Karya-Karya Al-Ghazali

Sulaiman dunya menyatakan dan mencatat bahwa karya tulis imam al-ghozali mencapai kurang lebih 300 buah, meliau mengarang dari umur 25 tahun yang di antaranya :
Ø  Ilmu Kalam Dan Filsafat
1)      Maqashid Al Falasifah
2)      Tahafut Al Falasifah
3)      Al Iqtishad Fi Al I’tiqad
4)      Al Muqid Min Adh Dhalal
5)      Maqashid Asma Fi Al Ma’ani, Asma Al Husna
6)      Faial Al Mustaqim, dll

Ø  Kelompok fiqih dan ushu; fiqih
1)      Al Basith
2)      Al Wasith
3)      Al Wajiz
4)      Al Khulashah Al Mukhtashar
5)      Al Mustashfa
6)      Al Mankul
7)      Syifakh Al Alifi Qiyas Wa Ta’lil
8)      Adz Dzari’ah Ila Makarim Al Syari’ah

Ø  Kelompok tafsir meliputi
1)      Yaqul At Ta’wil Fi Tafsir At Tanzil
2)      Tawahir Al-Qur’an


Ø  Kelompok ilmu tasawuf dan akhlak secara integral bahasannya ilmu kalam, fiqih dan tasawuf antara lain:
1)      Ihya’ ‘Ulum Ad-Din
2)      Mizan Al Amanah
3)      Kimya As Sa’adah
4)      Misykat Al Anwar
5)      Muh As Syafat Al-Qulub
6)      Minhaj Al Abiding
7)      Ad Dar Fiqhiratfi Kasyf’ulum
8)      Al Aini Fi Al Wahdat
9)      Al Qurbat Illa Alah Azza Wajalla
10)  Akhlak Al Abrarwa Najat Min Al Asrar, dll


c.       Filsafat Al Ghazali

Ilmu ini membahas tentang dzat Allah, siat-sifatnya yang eternal (al qadimah), yang aktif kreatif (al’fi’liyyah) yang esensial, dengan nama-nama yang sudah dikenal, juga membahas, keadaan para Nabi, para pemimpin umat sesudahnya dan para shabat. Beliau begitu pula membahas tentang keadaan mati dan hidup. Keadaan di bangkitkan dari kubut (al ba’ats), berkumpul di mahsyar, perhitungan amal dan melihat tuhan.

Al ghazali dalam kitabnya ihya’ ‘ulum ad0din menyesalkan adanya pergeseran istilah “tauhid” pada “kalam” tauhid yang berarti mengesakan Allah merupakan isti akidah islam yang dibawa nabi Muhammad SAW, sedangkan kalam yang beratti perkataan, hanya merupakan cara yang digunakan dalam membahas masalah-masalah aqidah.

Menurut al ghazali pengertian tauhid pada masa salaf yang terfokus pada kalimat. “La Ilaha Illa Allah” (tidak ada Tuhan selain Allah), ditanggapi dan dihayati bervariasi oleh umat waktu itu. Ada orang munafik yang bertauhid itu dihatinya dan mengucapkannya dengan sadar.



6.        IBNU SINA

a.      Profil Dan Latar Belakang Ibnu Sina

Ibnu Sina dilahirkan dalam masa kekacauan, ketika kalifah abbasyiyah mengalami kemunduran dan negeri-negeri yang mula-mula berada di bawah kekuasaan khalifat tersebut mulai melepaskan diri satu per satu untuk berdiri sendiri. Ibnu Sina dilahirkan di Afsyana, daerah Bukhara pada tahun 340 H (980 M) di Bukhoro, ia menghafal Al-Qur’an dan belajar ilmu-ilmu agama serta ilmu-ilmu astronomi katika usianya baru 10 tahun, kemudian mempelajari ilmu kedokteran pada Isa bin Yahya seorang Masehi. Hidup beliau sepenuhi dengan kesibukan, seperti bekerja di pemerintahan, mengarang, menulis, dll.







b.      Karya-Karyanya Ibnu Sina

a.              Asy-syifa terdiri dari logika fisika, matematika dan metafisika (ketuhanan)
b.              An najat
c.              Al-isyarat wat-tanbihat
d.              Al-hikmah al-masyriqiyyah mengenai tasawuf tetapi menurut carlos nallino, berisi filsafat timur sebagai imbangan filsafat barat
e.              Al-qonun


c.       Filsafat Ibnu Sina

Ibnu Sina seperti halnya al Farabi, mengambil teori tersebut dari Aristoteles, dengan mengatakan bahwa benda alam terdiri darinya (maddah) sebagai tempat dan dari shurat sebagai perkara yang bertempat padanya. Pertalian benda shurah sama dengan pertalian perunggu dengan patuh, jadi benda alam mempunyai tambahan (perkara yang mengikutinya) yaitu aradh (sifat-sifat) seperti gerak, diam dan lain-lain.

Perbedaan shurah dengan aradh ialah kalau aradh terdapat sesudah ada benda, sedangkan shurah terdapat sebelum benda,

Gerak dan diam menurut Ibnu Sina “tiap-tiap gerak terdapat perkara yang bisa bertambah atau berkurang. Sedangkan Jauhar (benda kecil/atom) tidak demikian keadaannya (tidak mengenal gerak). Dengan demikian perpindahan dari satu tempat ke tempat lain adalah gerak, begitu pula perpindahan dari putih ke hitam (dalam bahasa arab disebut istihalah) dan bertambah atau berkurangnya sesuatu bentik dikarakan juga gerak[4]



7.          IBNU RUSYD (520 – 595 H / 1126 – 1198 M)




a.      Profil Dan Latar Belakang Ibnu Rusyd

Ia adalah abdul walid Muhammad bin ahmad ibn Rusyd, kelahiran Cordova pada tahun 520 H, berasal dari kalangan keluarga besar yang terkenal di Andalusia (Spanyol), ayahnya seorang hakim, dan neneknya terkenal dengan sebutan “Ibn Rusyd nenek” (aljadd) kepala hakim Cordova.






b.      Karya-Karya Ibnu Rusyd

Karangannya meliputi berbagai macam ilmu seperti fiqih usul, bahasa, kedokterean, astronomi, politik, filsafat, dan buku-bukunya :
a.              Bidyatul mujtahidin (ilmu fiqih) yaitu berisi perbandingan madzhab
b.              Fashlul-maqalfi ma baina al hikmati was-syariat min al-ittisal (ilmu kalam)
c.              Manahij al-adillah fi aqaid ahl-al millah (ilmu kalam)
d.              Tashafur at-thohatut (filsafat dan ilmu kalam


c.       Filsafat Ibnu Rusyd

Ibnu Rusyd menerangkan dalil-dalil wujud tuhan menurut syara yang meyakinkan yaitu dalil ‘inayah (pemelihara) dan dalil ihtira’ (penciptaan), yang kedia-duanya terdapat dalam al-Qur’an, menurut beliau Al-Qur’an bisa dibagi menjadi 3 golongan, Pertama, ayat berisi peringatan terhadap dalil ‘inayah. Kedua, ayat-ayat yang berisi peringatan terhadap dalil ikhtira’. Ketiga, ayat-ayat yang berisi peringatan kedua dalil tersebut bersama.

Dalil inayah apabila ala mini kita perhatikan kita akan mengetahui apa yang ada di dalamnya sesuai dengan kehidupan dan makhluk-makhluk lainnya. Persesuaian ini bukan terjadi secara kebetulan. Tetapi menunjukkan adanya penciptaan yang rapi dan teratur, yang didasarkan atas ilmu dan kebijakan, sebagaimana yang ditunjukan oleh ilmu pengetahuan modern.

Dalil iktira’, seperti halnya dengan dalil ‘inayah mendorong kita untuk mengikuti keilmuan sejauh mungkin. Dalil tersebut lebih berguna pada dalil atom / dalil wajib-mumkin dan lain-lain. Kelebihan dalil ikhtira’, ialah karena ia dipakai oleh syara’ dan menguatkan adanya kebijakan Tuhan. Banyak ayat yang berisi dalil ikhtira’ tersebut. Diantaranya ayat 5-6, surat At Thariq.

Dalil gerak yang diambil dari Arsitoteles bahwa alam semesta ini bergerak dengan sesuatu gerakan yang abadi dan gerakan ini mengandung adanya penggerak pertama yang tidak bergerak dan tidak berbenda yaitu Tuhan, tetapi juga Ibnu Rusyd mengatakan bahwa benda-benda langit beserta gerakannya dijadikan oleh tuhan dari tiada dan bukan dalam zaman, karena zaman tidak mungkin mendahului wujud cara yang bergerak, selama zaman itu kita anggap sebagai ukuran geraknya. Jadi, gerakan menghendaki adanya penggerak pertama / sesuatu sebab yang mengeluarkan dari tiada menjadi wujud (A. Hanafi; 1991 : 172)















8.       AL-RAZI

a.      Profil Dan Biografi Al Razi

Nama lengkap al-razi adalah Abu Bakar Muhammad ibnu Zakaria ibnu Yahya Al-Razi. Dalam wacana keilmuan barat, beliau dikenal dengan sebutan Razhes. Ia dilahirkan di Rayy, sebuah kota tua yang masa lalu bernama Rhoges, dekat Teheran, Republik Islam Iran pada tanggal 1 Sya’ban 251 H/865 M. Perlu diingat bahwasanya tempat yang ia tinggali yakni Iran ,yang sebelumnya terkenal dengan sebutan Persia, merupakan tempat dimana terjadinya pertemuan berbagai kebudayaan terutama kebudayaan Yunani dan Persia. Dengan suasana seperti lingkungan seperti ini mendorong bakat Al-Razi tampil sebagai seorang intelektual.

b.       Karya-Karya Al Razi
Tak heran jika karya-karyanya sangat banyak sekali bahkan dia menuliskan pada salah satu kitabnya, bahwasanya dia menulis tidak kurang sari 200 karya tulis dalam berbagai ilmu pengetahuan. Karya-karyanya yang meliputi:[5]
1.      Ilmu Falak,
2.      Matematika,
3.      Bidang kimia, yang terkenal dengan Kitab As-rar
4.      Bidang kedoteran, yang terkenal dengan al-mansuri Liber al-Almansoris
5.      Bidang Medis, yang terkenal dengan kitab Al-Hawi,
6.      Mengenai penyakit cacar dan pencegahannya, yakni Kitab al-Judar wa al-Hasbah

Sebagian dari karyanya telah dikumpulkan menjadi satu kitab yang bernama al-Rasa’il Falsafiyyat dan buku-buku yang lainnya seperti Thib al-Ruhani, al-Sirah al-Falsafah dan lain sebagainya. Dia terkenal sebagai ahli kimia dan ahli kedokteran dibanding dengan sebagai filosof.






c.       Filsafat Al Razi

Lima Kekal ( Al-Qadiim )
5 hal yang kekal itu antara lain;
Ø  Al-Baary Ta’ala (Allah Ta’ala),
Ø   Al-Nafs Al-Kulliyyat (jiwa universal),
Ø   Al-Hayuula al-Uula (materi pertama),
Ø   al-Makaan al-Muthlaq (tampat/ruang absolut),
Ø   al-Zamaan al-Muthlaq (masa absolut).
 Dan dia juga mengklasifikasinya pada yang hidup dan aktif. Yang hidup dan aktif itu Allah dan jiwa, yang tidak hidup dan pasif itu materi, yang tidak hidup, tidak aktif, dan tidak pula pasif itu ruang dan waktu.

Al-Baary Ta’ala (Allah Ta’ala), menurutnya Allah itu kekal karena Dia-lah yang menciptakan alam ini dari bahan yang telah ada dan tidak mungkin dia menciptakan alam ini dari ketiadaan (creatio ex nihilo).
 Al-Nafs Al-Kulliyyat (jiwa universal), menurutnya jiwa merupakan sesuatu yang kekal selain Allah, akan tetapi kekekalannya tidak sama dengan kekekalan Allah. 
Al-Hayuula al-Uula (materi pertama), disebut juga materi mutlak yang tidak lain adalah atom-atom yang tidak bisa dibagi lagi, dan menurutnya mengenai materi pertama, bahwasanya ia juga kekal karena diciptakan oleh Pencipta yang kekal.
Sebelumnya dia berpendat bahwa materi bersifat kekal dank arena materi ini menempati ruang, maka
 Al-Makaan al-Muthlaq (tampat/ruang absolute) juga kekal. Ruang dalam pandangannya dibedakan menjadi dua kategori, yakni ruang pertikular yang terbatas dab terikat dengan sesuatu wujud yang menempatinya,  dan ruang universal yang tidak terikat dengan maujud dan tidak terbatas.
 Al-Zamaan al-Muthlaq (masa absolut) pada dua kategori yakni;
§  waktu yang absolut/mutlak yang bersifat qadiim dan substansi yang bergerak atau yang mengalir (jauhar yajri),
§   pembagian yang kedua yaitu waktu mahsur. Waktu mahsur adalah waktu yang berlandaskan pada pergerakan planet-planet, perjalanan bintang-bintang, dan mentari. Waktu yang kedua ini tidak kekal. Menurutnya, bahwasanya waktu yang kekal sudah ada terlebih dahulu sebelum adanya waktu yang terbatas.



9.      IBNU MISKAWAIH

a.        Profil Dan Latar Belakang Ibnu Maskawaih

Nama lengkap Ibnu Miskawaih adalah Abu Ali Ahmad ibnu Muhammad ibnu Ya’kub ibnu Miskawaih. Ia dilahirkan di kota Rayy, Iran pada tahun 330 H/ 941 M dan wafat di asfahan pada tanggal 9 Shafar 421 H/ 16 Februari 1030 M. Tidak ada penjelasan yang sangat rinci mengungkapkan biograpinya. Namun, ada beberapa hal yang perlu dijelaskan, bahwa ibnu miskawaih belajar sejarah terutama Taarikh al-Thabari kepada Abu Bakar Ibnu Kamil Al-Qadhi dan belajar filsafat kepada Ibnu Al-Khammar, mufasir kenamaan karya-karya aristoteles.

Ibnu Miskawaih adalah seorang penganut syi’ah. Hal ini didasarkan pada pengabdiannya kepada sultan dan wazir-wazir syi’ah pada masa pemerintahan Bani Buwaihi ( 320 – 448 M ). Dan ketika sultan Ahmad ‘Adhud Al-Daulah menjabat sebagai kepala pemerintahan, ibnu Miskawaih menduduki jabatan yang penting, seperti pengangkatannya sebagaiKhazin, penjaga perpustakaan Negara dan bendarahara negara.

b.        Karya-karya ibnu maskawaih

Dalam karyanya dalam disiplin ilmu meliputi kedokteran, sejarah dan filsafat. Akan tetapi, dia lebih terkenal sebagai seorang filosof akhlak, ( al-falsafat al-‘amaliyat ) ketimbang dengan seorang filosof ketuhanan ( al-falsafat al-nazhariyyat al-Illahiyat ).

Dalam buku The History of the Muslim Philoshopy disebutkan bahwa karya tulisannya itu;[6]
§  Al-Fauz al-Akbar, al-Fauz al-Asghar, Tajaarib al-Umaan ( sebuah sejarah tentang banjir besar yang ditulis pada tahun 369 H/ 979 M),
§   Uns al-Fariid ( yakni koleksi anekdot, syair, peribahasa, dan kata-kata hikmah ),
§   Tartiib al-Sa’adat ( isinya ahlak dan politik ),
§   al-Mustaufa ( isinya syair-syair pilihan ),
§   al-Jaami’, al-Siyaab, On the Simple Drugs ( tentang kedokteran ),
§   On the composition of the Bajats ( tentang kedokteran ),
§   Kitaab al-Ashribah ( tentang minuman ),
§   Tahziib al-Akhlak ( tentang akhlak ),
§   Risaalat fi al-Lazza wa al-Aalam fil jauhar al-Nafs, ajwibaat wa As’ilat fi al-Nafs wa al-‘Aql, Al-Jawaab fi Al-Masaa’il al-Salas, Risaalat fi Jawaab fi Su’al Ali ibnu Muhammad Abuu Hayyan al-Shufii fi HAqiiqat al-‘Aql, dan Tharathat al-Nafs.


c.       Filsafat Ibnu Maskawaih
Ibnu miskawaih yang terkenal sebagai seorang yang moralis berpendapat bahwa akhlak  adalah suatu sikap atau keadaan jiwa yang mendorongnya untuk berbuat tanpa berpikir dan sama sekali tidak ada pertimbangan. Dengan kata lain, ahklak adalah tindakan yang tidak ada sama sekali pertentangan dalam dirinya untuk melakukan sesuatu. Menurut kami, ungkapan beliau mengenai hal ini sama dengan perkataan plato yang mengatakan bahwasanya cinta adalah gerak jiwa yang kosong.
Ibnu Miskawaih juga membagi tingkah laku pada dua unsur yakni; unsur watak naluriah dan unsur watak kebiasaan dengan melakukan latihan ( riyadhoh ). Serta dia berpandangan bahwa jiwa mempunyai tiga daya yang mana apabila ketigak daya ini beserta sifat-sifatnya selaras, maka akan menimbulkan sifat yang keempat yakni adil.




[1] [Sayyid Qutub, Khasha'ish At-Tashawwur Al-Islam, hal. 19]
[2] (Al Hanafi, 1991 : 83)
[3] (Moh fauzan, 2002 : 30)
[4]  (a. hanafi, 1991 : 118)


[5] Muhammad Yusuf Musa, falsafat al-Ahklaq fi al-Islam, kairo: Dar al-A’raf, 1945
[6] Prof. Dr. H. Sirajuddin Zar, M.A., filsafat islam, filosof dan filsafatnya, jakarta: rajawali pers, 2004